Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: telah bersabda Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam,
مَنْ وَقَعَ عَلَى ذَاتِ مَحْرَمٍ فَاقْتُلُوهُ
“Siapa saja yang menyetubuhi mahramnya maka bunuhlah ia.”[1]
Pernah dilaporkan kepada Al-Hajjaj bahwa ada seorang lelaki yang memperkosa saudara perempuannya sendiri. Maka, beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam pun berkata,
“اِحْبِسُوْهُ وَسَلُوْا مَنْ هَا هُنَا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَسَأَلُوْا عَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِيْ مُطَرِّفٍ” فَقَالَ : “سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : « مَنْ تُخْطِى حُرَمَ الْمُؤْمِنِيْنَ فَخُطُّوْا وَسَطَهُ بِالسَّيْفِ »”.
“Tahanlah ia dan tanyakanlah oleh kalian kepada para shahabat Rasulullah tentang perkara ini!” Kemudian, mereka bertanya kepada Abdullah bin Mutharrif, lalu beliau berkata: aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja yang melangkahi kehormatan kaum mukminin maka langkahilah bagian tengah (tubuhnya) dengan pedang”.[2]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“وَفِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى الْقَتْلِ بِالتَّوْسِيْطِ وَهَذَا دَلِيْلٌ مُسْتَقَلٌّ فِيْ الْمَسْأَلَةِ وَأَنَّ مَنْ لا يُبَاحُ وَطْؤُهُ بِحَالٍ فَحَدُّ وَطْئِهِ الْقَتْلُ، دَلِيْلُهُ مَنْ وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ أَوِ ابْنَتِهِ، كَذَلِكَ يُقَالُ فِيْ وَطْءِ ذَوَاتِ الْمَحَارِمِ وَ وَطْءِ مَنْ لا يُبَاحُ وَطْؤُهُ بِحَالٍ، فَكَانَ حَدُّهُ الْقَتْلُ كَاللُّوْطِيِّ”.
“Dalam hadits ini terdapat dalil tentang hukuman bunuh dengan cara memotong bagian tengah (tubuh). Ini sebagai tersendiri dalam permasalahan tersebut. Sesungguhnya siapa saja yang menyetubuhi seseorang yang tidak diperbolehkan hal itu dilakukan kepadanya secara hukum asal maka hukuman baginya ialah dibunuh. Dalilnya sebagaimana orang yang menyetubuhi ibu atau anak perempuannya sendiri, seperti itu pulalah yang dikatakan dalam permasalahan menyetubuhi mahram dan menyetubuhi seseorang yang tidak diperbolehkan. Hal itu dilakukan kepadanya secara hukum asal maka hukuman bagi pelakunya ialah dibunuh sebagaimana pelaku homoseksual.“
Beliau Shallallaahu ’alaihi wasallam melanjutkan,
“وَقَدْ إِتَّفَقَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى أَنَّ مَنْ زَنَا بِذَاتِ مَحْرَمٍ فَعَلَيْهِ الْحَدُّ وَإِنَّمَا اخْتَلَفُوْا فِيْ صِفَةِ الْحَدِّ هَلْ هُوَ الْقَتْلُ بِكُلِّ حَالٍ أَوْ حَدُّهُ حَدُّ الزَّانِيْ”.
“Kaum muslimin telah bersepakat bahwa seseorang yang berzina dengan mahramnya harus dihukum. Akan tetapi, mereka berselisih mengenai tata caranya, apakah dibunuh (bagaimanapun keadaannya) atau dihukum sesuai dengan hukuman bagi pelaku zina.“[3]
Telah diketahui bahwa yang disebut mahram ialah setiap orang yang diharamkan bagi seorang lelaki untuk menikahinya dengan keharaman yang bersifat selama-lamanya, tidak halal sesuatu pun atasnya.
sumber :
Buku Seks Bebas Undercover (Halaman 35-37), Penulis Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida, Penerjemah Syuhada abu Syakir Al-Iskandar As-Salafi, Editor Medis dr.Abu Hana, Penerbit Toobagus Publishing, Bandung. Diposting kembali untuk http://damatun-nurul-ikhlas.blogspot.com
[1] Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah (2564) dalam kitab Al-Huduud. Di dalam sanadnya terdapat Ibrahim bin Ismail bin Abi Habibah Al-Anshari, dia seorang yang dha’if (lemah). Akan tetapi, ada yang menguatkannya, yaitu hadits Ibnu Abi Khaitsamah dalam Tarikhnya dari hadits Mu’awiah bin Qurrah, dari bapaknya, dari kakeknya, “Bahwasanya Rasulullah mengutusnya kepada seorang lelaki yang menyetubuhi istri ayahnya, lalu ia memenggal lehernya dan mengambil 1/5 hartanya.” Yahya bin Ma’in berkata, “Hadits ini shahih.”
[2] Hadits ini dimaksudkan oleh Al-Haitsami dalam Al-Majma’ 6/269, dan ia berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, di dalamnya terdapat Rifdah bin Qudha’ah. Hisyam bin ‘Ammar menguatkannya dan jumhur ulama mendha’ifkannya.”
[3] Al-Jawaab Al-Akaafii, hlm. 199-200.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !